UCAPKAN BASMALLAH dan HAMDALAH SEBELUM dan SESUDAH
TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG
SILAKAN TUNGGU untuk BERSILATURRAHMI

Selasa, 23 September 2014

ISI TA SMAN 7 GARUT



BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara agraris yang masyarakatnya hidup di bidang pertanian, salah satunya pertanian padi. Sepanjang tahun, produksi padi menghasilkan limbah berupa jerami padi dalam jumlah yang besar yaitu sekitar 20 juta per tahun. Menurut data BPS pada tahun 2010, luas sawah padi adalah 12,87 juta hektar dan luas lahan pertanian seluruhnya sekitar 19,81 juta hektar. Produksi per hektar sawah bisa mencapai 12-15 ton padi setiap kali panen, tergantung lokasi dan jenis tanaman padinya. Selain itu, padi yang dipanen menghasilkan jerami dengan unsur hara dan komponen yang terkandung di dalamnya sangat luar biasa.
Petani Indonesia mempunyai kebiasaan membakar jerami, setelah selesai panen seperti halnya petani di Kampung Cikawung. Alasannya bahwa untuk membersihkan sisa-sisa panen dengan cepat dan murah yaitu dengan cara membakar jerami.
Setelah di bakar abu jerami ditaburkan ke sawah sebagai pupuk awal. Kebiasaan ini memang tidak mudah dirubah, perlu adanya usaha yang lebih berkesinambungan agar para petani tidak membakar jerami.
Umumnya para petani enggan memanfaatkan jerami sisa-sisa panen menjadi pupuk organik yang lebih efektif, dan tidak menimbulkan pencemaran udara, karena berbagai hal antara lain, jerami harus dihancurkan dahulu dengan mesin pencacah, harus dicampur dengan pupuk kandang dan lain-lain. Hal-hal ini yang menjadikan para petani tidak mau memanfaatkan jerami menjadi pupuk organik.
Meskipun menimbulkan pencemaran udara, tetapi banyak manfaat yang dirasakan petani, setelah abu jerami hasil pembakaran ditaburkan ke sawah terhadap pertumbuhan padi dan kegemburan tanannya.
            Dari uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “DAMPAK PENGGUNAAN JERAMI PASCA PANEN TERHADAP TINGKAT KESUBURAN TANAH DAN HASIL PRODUKSI PADI DITINJAU DARI ILMU KIMIA”.

B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut.
1.                   Apakah manfaat penaburan abu jerami terhadap pertumbuhan padi?
2.                   Apakah dampak dari kebiasaan petani terhadap kesuburan lahan pesawahan?
3.                   Bagaimana tinjuan disiplin ilmu kimia terhadap kebiasaaan petani memanfaatkan abu jerami?



C.                Pembatasan Masalah
Berhubung tema pengembangan masalah terlalu luas, maka penelitian dilakukan di lingkungan persawahan Kampung Cikawung, Desa Hanjuang, Kecamatan Bungbulang.

D.                Tujuan Penulisan Masalah
Adapun tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1.                   Mengetahui manfaat penaburan abu jerami terhadap pertumbuhan padi.
2.                   Mengetahui dampak dari kebiasaan petani terhadap kesuburan lahan pesawahan.
3.                   Mengetahui tinjuan disiplin ilmu kimia terhadap kebiasaaan petani memanfaatkan abu jerami.

E.                 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode wawancara kepada petani di lingkungan persawahan Kampung Cikawung, Desa Hanjang, Kecamatan Bungbulang.

F.                 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan karya tulis ini terdiri atas.
1.                   BAB I PENDAHULUAN
a.                   Latar Belakang Masalah
b.                   Rumusan Masalah
c.                   Pembatasan Masalah
d.                  Tujuan Penulisan Masalah
e.                   Metode Penelitian
f.                    Sistematika Penulisan
2.                   BAB II KAJIAN PUSTAKA
3.                   BAB III PEMBAHASAN MASALAH
a.                   Analisis Hasil Wawancara
4.                   BAB IV SIMPULAN
a.                   Kesimpulan
b.                   Saran












BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.                PADI ( Oryza Sativa )
1.                   Sejarah Singkat
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam.
2.                   Jenis Tanaman
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Monotyledonae
Keluarga          : Gramineae (Poaceae)
Genus              : Oryza
Spesies : Oryza spp.
Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Varitas unggul nasional berasal dari Bogor: Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur  (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varitas unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36 dan PB 48 (dataran rendah). Contoh beberapa jenis tanaman padi yang ada di Indonesia antara lain:
a.                   Varietas Padi Hibrida
Gambar 2.1 Contoh Padi Hibrida
Adalah varietas padi yang hasilnya akan maksimal bila sekali ditanam. Tetapi bila benih keturunannya ditanam kembali maka hasilnya akan berkurang jauh. Memang varietas ini dibuat atau direkayasa oleh pemiliknya untuk sekali tanam saja. Tujuannya agar petani membeli kembali. Harga benih hibrida sangat mahal, bisa mencapai 40 ribu-60 ribu per kilo.(mahal banget pokoknya). Varietas padi hibrida ada juga yang dilepas pemerintah. Tapi ada juga yang didatangkan (import) dari negara lain.


Contoh Padi Hibrida:
Intani 1 dan 2, PP1, H1, Bernas Prima, Rokan, SL 8 dan 11 SHS, Segera Anak, SEMBADA B3, B5, B8 DAN B9,  Hipa4, Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete, Hipa 7, Hipa 8, Hipa 9, Hipa 10, Hipa 11, Long Ping (pusaka 1 dan 2), Adirasa-1, Adirasa-64,  Hibrindo R-1, Hibrindo R-2, Manis-4 dan 5, MIKI-1,2,3, SL 8 SHS, SL 11 HSS, dll.
b.                  Varietas Padi Unggul
Gambar 2.2 Padi IR-64
Adalah varietas yang bisa berkali-kali ditanam dengan perlakuan yang baik. Hasil dari panen varietas ini bisa dijadikan benih kembali.  Ada petani yang bisa menanam sampai 10 kali lebih dengan hasil yang hampir sama. Varietas padi unggul biasanya telah di lepas oleh pemerintah dengan SK Menteri Pertanian. Varietas ini telah melewati berbagai uji coba. Harga benih verietas ini murah, harganya bisa mencapai 5 ribu- 10 ribu per kilo.
Gambar 2.4 Padi Pandan Putih
Contoh dari varietas ini yang banyak di tanam petani adalah
CIHERANG (bisa mencapai 47 % dari total varietas yang ditanam), IR-64,
Gambar 2.3 Padi Mekongga
Mekongga, Cimelati, Cibogo, Cisadane, Situ Patenggang, Cigeulis, Ciliwung, Membramo, Sintanur, Jati luhur, Fatmawati, Situbagendit,  dll. Sejak tahun 2008, penamaan padi berubah. Untuk padi sawah dinamakan Inpari (Inbrid Padi Irigasi). Misalnya: Inpari 1-10, Inpari 11, Inpari 12 dan Inpari 13, dll. Sedangkan  dari pihak BATAN telah mengeluarkan padi varietas : Cilosari, Diahsuci, Bestari, Inpari Sidenuk, Pandan Putri dll. Pada tahun 2010/2011 untuk varietas Inpari, INPARI 13 lah yang banyak banyak ditanam petani. Pemerintah ingin agar INPARI 13 menggeser varietas ciherang yang paling banyak ditanam petani. Untuk tahun 2011 juga, BB Padi telah mengeluarkan varietas terbaru dengan keunggulan yang lebih baik seperti : Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan, Inpari 16 Pasundan, Inpari 17, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, inpari 21, dll. Untuk tahun 2012 : telah dilepas beberapa varietas padi, antara lain: inpari 22-29. Untuk Padi Rawa ( Inpara ) juga banyak dilepas pemerintah. Contohnya: Inpara 1-8, dll. Demikian pula untuk padi gogo (inpago). Contohnya: Inpago 1-5, dll.
c.                   Varietas Padi Lokal
Varietas padi lokal adalah varietas padi yang sudah lama beradaptasi di daerah tertentu. Sehingga varietas ini mempunyai karakteristik spesifik lokasi di daerah tsb. Setiap varietas mempunyai keunggulan dan kelemahan. Demikian juga untuk varietas lokal tsb.
Gambar 2.5 Beras-beras Pandanwangi
Contoh varietas lokal: varietas kebo, dharma ayu, pemuda idaman,  (Indramayu), Gropak, Ketan tawon, Gundelan (Malang), Merong (pasuruan), Simenep , Srimulih, Andel Jaran, Ketan Lusi, Ekor Kuda, hingga Gropak (Kulon Progo-Jogja), Angkong, Bengawan, Engseng, Melati, Markoti, Longong, Rejung Kuning, Umbul-umbul, Tunjung, Rijal, Sri Kuning, Untup, Tumpang Karyo, Rangka Madu, Sawah Kelai, Tembaga, Tjina,  dll. Sebanyak 13 varietas padi lokal Banyumas terancam punah akibat tidak diperdayakan secara intensif, ketiga belas varietas padi lokal Banyumas tersebut yaitu, Padi Hitam, Padi Gandamana, Padi Kidangsari, Padi Konyal, Padi Cere Unggul, Padi Cere Kuning, Padi Sari Wangi, Padi Pandan Wangi, Padi Mentik Wangi, Padi Mentik, Padi Mendali, Padi Sri Wulan, Padi Wangi Lokal.
Beras dari jenis padi tersebut, sebelum ditemukan jenis padi IR telah menjadi primadona masyarakat Banyumas. Terutama jenis Gandamana atau padi Grendeng. Namun saat ini, varietas tersebut hanya dapat dijumpai pada daerah-daerah tertentu di pelosok Banyumas. Itu pun populasinya sangat sedikit dan terbatas. Jenis padi Hitam, Konyal, Cere Unggul, Cere Kuning benihnya masih ada di Grumbul Kalipagu Desa Ketenger Kecamatan Baturraden. Varietas Gandamana, Kidangsari, Sari Wangi, Pandan Wangi, Mentik, Mendali, Sri Wulan ditemukan di Desa Glempang Kecamatan Pekuncen. Dan, varietas Mentik Wangi dan Wangi Lokal benihnya didapat dari Fakultas Pertanian Unsoed. Agar ketiga belas varietas tersebut tidak punah, sekarang varietas itu tengah dikembangkan di Balai Benih Bojongsari. Dua varietas di antaranya, yaitu Mentik Wangi dan Wangi Lokal telah memasuki masa panen, karena usia masa tanamnya sama dengan padi jenis IR. Dicontohkan, di areal 9 hektare milik balai benih, sejak 29 Desember 2002 telah ditanam secara serentak varietas IR dan lokal. Ternyata, ketika varietas IR memasuki panen akhir Maret ini, untuk varietas lokal baru memasuki masa berbuah selisih 1 sampai 2 bulan.
3.                   Pemupukan
Pemupukan berimbang, yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Untuk setiap ton gabah yang dihasilkan, tanaman padi membutuhkan hara N sekitar 17,5 kg, P sebanyak 3 kg dan K sebanyak 17 kg. Dengan demikian jika kita ingin memperoleh hasil gabah tinggi, sudah barang tentu diperlukan pupuk yang lebih banyak. Namun demikian tingkat hasil yang ditetapkan juga memperhatikan daya dukung lingkungan setempat dengan melihat produktivitas padi pada tahun-tahun sebelumnya. Agar efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Nilai pembacaan BWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman. Pemberian pupuk N awal diberikan pada umur padi sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Takaran pupuk dasar N untuk padi varietas unggul baru sebanyak 50-75 kg urea/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan takaran 100 kg urea/haBWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman. Pemberian pupuk N awal diberikan pada umur padisebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Takaran pupuk dasar N untuk padi varietas unggul baru sebanyak 50-75 kg urea/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan takaran 100 kg urea/ha. Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan kedua (tahap anakan aktif, 21-28 HST, hari setelah tanam) dan pemupukan ketiga (tahap primordia, 35-40 HST). Khusus untuk
Gambar 2.6 Bagan Warna Daun
padi hibrida dan padi tipe baru, pembacaan BWD juga dilakukan pada saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan 10% berbunga.
Pembacaan BWD adalah sebagai berikut:
v     Apabila warna daun berada pada skala 3 BWD, gunakan 75 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha
v      Apabila warna daun mendekati skala 4 BWD, gunakan 50 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha.
v     Apabila warna daun pada skala 4 BWD atau mendekati skala 5 BWD tanaman tidak perlu dipupuk N bila tingkat hasil 5-6 ton/ha GKG. Tambahkan 50 kg/ha urea jika tingkat hasil di atas 6 ton/ha.
Selanjutnya gunakan Tabel 2.1 untuk menyesuaikan kebutuhan pupuk N berdasar rata-rata tingkat hasil.
Tabel 2.1
Takaran urea susulan yang diperlukan bila warna daun
di bawah nilai kritis (<4 BWD) berdasarkan pengamatan tetap





Pembacaan BWD
Respon terhadap pupuk M
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Rata-rata hasil (ton/ha GKG)
5,0
6,0
7,0
8,0
Takaran urea yang digunakan (kg/ha)
BWD ≤ 3
75
100
125
150
BWD 3,5
50
75
100
125
BWD ≥ 4
0
0-50
50
50
Cara pemberian pupuk N dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah. Pupuk Urea merupakan pupuk yang mudah larut dalam air, sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup. Berdasarkan hasil penelitian, efisiensi pupuk N dapat ditingkatkan dengan memasukan hara N ke dalam lapisan reduksi. Namun teknologi ini tidak mudah diterapkan petani. Pemupukan P dan K disesuaikan dengan hasil analisis status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Status hara tanah sawah dapat ditentukan langsung di lapangan dengan alat PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah).
Gambar 2.7 PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah)
Prinsip kerja PUTS adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia, secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Pengukuran status P dan K tanah dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T). Dari masing-masing kelas status P dan K tanah sawah telah dibuatkan acuan pemupukan P (dalam bentuk SP-36) dan K (dalam bentuk KCl) yang dapat dilihat pada Tabel 2.2dan Tabel 2.3.



Tabel 2.2
Acuan umum pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah



Kelas status hara P tanah
Kadar hara terekstrak HCL 25% (mg P205/100g)
Dosis Acuan Pemupukan P (kg SP-36/ha)
Rendah
<20
100
Sedang
20-40
75
Tinggi
>40
50

Tabel 2.3
Acuan umum pemupukan kalium pada tanaman padi sawah




Kelas status hara K tanah
Kadar hara terekstrak HCL 25% (mg K20/100g)
Dosis Acuan Pemupukan k (kg KCl/ha)


Rendah
<20
50
100
Sedang
10-20 
50
Tinggi
>20
0
50

B.                 JERAMI
Jerami adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Waktu tanaman di panen, jerami adalah bagian yang tidak dipungut. Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar di Indonesia. Jerami mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Kandungan selulosa yang cukup besar, yaitu sekitar 39% sehingga jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk pesawahan, berikut adalah komponen yang terkandung dalam jerami padi.

Tabel 2.4
Komponen Jerami Padi


Komponen
Kandungan (%)
Sellulosa
39,5
Hemisellulosa
27,5
Lignin
12,5
Abu
11
           
Selulosa adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan a-1,4-glikosida. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 200-27.000 unit glukosa. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim.
Hemiselulosa mirip dengan selulosa, namun tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C5) dan 6 (C-6), seperti : xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoroat, dan asam galaturonat.
Sedangkan lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat dalam biomassa, namun sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibandingkan denga selulosa dan hemiselulosa lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Secara alami lignin berwarna coklat. Kalau jerami berubah warna menjadi agak putih, berarti ada sebagian lignin yang hilang. Lignin membuat jerami jadi keras dan liat. Kalau jerami menjadi lebih lunak dari jerami aslinya, berarti pelindung ligninnya sudah mulai rusak.
Selain itu, potensi hasil panen jerami sebanyak 1,4 kali dari hasil panen padi (Kim & Dale - 2004), sehingga jika panen padi 8 ton gabah akan diperoleh jerami sebanyak 11,2 ton jika setahun panen padi dua kali potensi jerami ada 22,4 ton, jika selama 10 tahun, sebanyak 2.240 ton jerami. Kandungan unsur hara jerami (belum dikomposting) di Indonesia rerata adalah berkisar N 0.4%; P 0.02%; K 1,4%; dan Si 5,6% dan unsur hara lainnya. Hasil analisis laboratorium terhadap kompos jerami (jerami yang sudah dikomposting) yang dibuat dengan menggunakan berbagai bioactivator berbeda-beda nilai haranya. Hal ini tergantung dari jenis mikroba yang digunakan, komposisi bahan, cara dan perlakuan saat pembuatannya. Namun demikian umumnya perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Data berikut adalah salah satu dari hasil analisis kompos jerami dengan penggunaan bioactivator "PROMI" dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Rasio C/N: 21; C-Organik: 35,11%; Nitrogen (N): 1,86%; Fosfor (P2O5): 0,21%; Kalium (K2O): 5,35%; Kalsium (Ca): 4,2%; Magnesium (Mg): 0,5%; Tembaga (Cu): 20 ppm; Mangan (Mn): 684 ppm; Zing (Zn): 144 ppm.
dari hasil analisis tersebut jika terdapat satu ton pupuk jerami/kompos jerami padi maka akan memiliki kandungan hara setara dengan kurang lebih 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl.

1.                   Sifat Fisika dan Kimia Jerami
Jerami padi, yaitu bagian batang padi yang setelah dipanen butir-butir buah bersama dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit. Jerami padi mengandung serat berligno selulosik, artinya suatu bahan yang mengandung serat dan lignin, terdiri atas campuran polimer karbohidrat yaitu selulosa dan hemiselulosa.atau disebut juga holoselulosa. Holoselulosa adalah bagian serat yang bebas lignin.
Tabel 2.5
Sifat Morfologi dan Kandungan Kimia Jerami Padi




No
Komponen
Nilai

1
Panjang serat (mm)
0,96

2
Diameter serat (mm)
0,00929

3
Tebal dinding serat (mm)
0,00297

4
Lignin (mm)
25,99

5
Selulosaa (%)
39,5

6
Hemiselulosa (%)
27,5

7
Lignin (%)
12,5

8
Abu (%)
11

9
Ekstraktif (%)
2,2









BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

A.                Analisis Hasil Wawancara
Untuk lebih mendukung penulisan karya tulis ini, maka Penulis melakukan wawancara terhadap narasumber yang telah lama bergelut dalam bidang pertanian. Ini semua dilakukan untuk memperoleh data-data yang diperlukan agar mencapai tujuan penelitian. Hasil wawancara sebagai berikut:
narasumber      : Bapak Solehadin
tempat             : Rumah Bapak Solehadin di Kp. Cikawung RT/RW 01/03
tanggal            : 24 Desember 2013
Tabel 3.1
Analisis Hasil Wawancara
NO
PERTANYAAN
JAWABAN
1
Apakah bapak sering memenfaatkan jerami sebagai pupuk awal pasca panen?
Untuk pemanfaatan jerami ini, dilakukan setiap kali sesudah panen.
 2
Bagaimana cara pemanfaatan jerami tersebut?
Jerami hasil panen dikummpulkan, lalu dibuat bergunung-gunung dan diletakan di sekitar pesawahan. Lama kelamaan jerami tersebut akan membusuk dan terurai dengan tanah, tidak memakai campuran apapun.
3
Berapa lama waktu yang dibutuhkan pada proses tersebut?
Waktu yang dibutuhkan selama 4 bulan. Dimulai dari sejak panen sampai pada penanaman padi selanjutnya.
4
Apakah dampaknya terhadap kesuburan tanah pesawahan?
Tanah pesawahan menjadi semakin gembur, mudah dibajak, liat, dan saat ditanami padi, proses pertumbuhannya terlihat cepat dangan kadar pupuk 30 % dari pupuk total penanaman padi tersebut.
5
Apakah dampaknya terhadap produksi hasil padi?
Produksi padi semakin meningkat dari sebelumnya, jerami yang tebal (banyak), akan menghasilkan produksi padi yang bagus pertumbuhannya. Kisaran 2 m3 jerami untuk 1 Are (100 m).
6
Bagaimana perbedaan hasil produksi padi sebelum, dan sesudah memanfaatkan jerami tersebut?
Ada perbedaan penghasilan padi, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, pemupukan, cuaca dan jenis padi yang digunakan.
7
Berapakah penghasilan pada setiap panen (satu kali produksi)?
Penghasilan padi rata-rata yaitu sebanyak 8 Kwintal per 20 Are. Tergantung kepada banyaknya percabangan tiap tumbuhan padi.
8
Apakah pengaruh pupuk awal jerami terhadap proses pemupukan selanjutnnya?
Pengaruhnya dilihat dari segi pemupukan selanjutnya, lewat pupuk kimia hanya memerlukan 70 % dari pupuk total penanaman padi. Dampak lainnya, intensitas penyerapan pupuk akan lebih kesit terhadap tanaman padi, dan hasilnya akan maksimal.
9
Bagaimana peningkatan produksi padi untuk musim panen berikutnya?
Semakin meningkat dari musim panen sebelumnya, dengan memanfaatkan jerami dari hasil panen sebelumnya.
10
Apakah jerami semua jenis padi dapat dipakai sebagai pupuk awal?
Jeraminya dapat dipakai sebagai pupuk awal, lalu yang lebih mendominasi jenis padi di daerah ini adalah Toronol ( Padi Buled), Bandung Raya, Majalengka.


Setelah dilakukan wawancara terhadap narasumber, didapatkan data bahwa jerami sangatlah bermanfaat sebagai pupuk awal pesawahan. Setelah selesai memanen tanaman padi, jerami yang merupakan residu dari tanaman tersebut dibuat tumpukan seperti gunung-gunug jerami di pesawahan. Jerami tersebut dibiarkan membusuk sampai  menyatu dengan tanah. Dampak yang terjadi pada tanah tersebut akan berpotensi sebagai pupuk awal pada musim menanam padi selanjutnya, sebanyak 30 % dari total kebutuhan pupuk tanaman padi. Setelah dilakukan penanaman padi, pada saat dilakukan pemupukan menggunakan pupuk kimia, intensitas penyerapan pupuk akan lebih kesit terhadap tanaman padi, dan hasilnya akan maksimal.
            Ditinjau berdasarkan ilmu kimia, jerami sebanyak 5 ton Padi (gabah) akan menyerap dari dalam tanah sebanyak 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Hampir semua unsur K dan sepertiga unsur N, P dan S tinggal dalam jerami padi. Dengan demikian jerami padi merupakan sumber hara makro yang baik. Di samping itu, 5 ton padi mengandung 2 ton karbon dan secara tidak langsung merupakan sumber N. Faktor lainnya yang menguntungkan dari penggunaan jerami sebagai sumber pupuk organik adalah tersedia langsung di lahan usaha tani, yang bervariasi dari 2-10 ton/ha/musim, dan sekaligus mengurangi masalah limbah.
            Sebagai informasi, 1,5 ton jerami padi mengandung 9 kg N, 2 kg P dan S, 25 kg Si, 6 kg Ca dan 2 kg Mg. Karena hasil jerami pada umumnya bervariasi, konversi ini memberikan gambaran kandungan hara pada jerami padi secara umum.
Secara tidak langsung jerami juga mengandung senyawa N dan C yang berfungsi sebagai substrat metabolisme mikrobia tanah, ternasuk gula, pati, selulose, hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan protein. Senyawa tersebut menduduki 40% (sebagai C) pada kering jerami. Pembenaman jerami ke dalam lapisan tanah sawah akan mendorong kegiatan bakteri pengikat N yang heterotropik dan fototropik (Matsuguchi,1979).
Potensi jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil panen. Produksi padi nasional tahun 2011 sebesar 69,05 juta ton (Berita Resmi Statistik, BPS 1 Maret 2013 ), dengan demikian produksi jerami nasional diperkirakan mencapai 96,67 juta ton.
            Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan unsur hara jerami secara nasional adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2

Standar Kandungan Unsur Hara Jerami Secara Nasional








No
Unsur Hara
Skala Acuan (Ton)
Kandungan (Kg)
Skala Nasional/ Pendapatan (Ton)
Kandungan Total (Kg)


1
N
1.5
9
96.67
580

2
P
1.5
2
96.67
129

3
S
1.5
2
96.67
129

4
Si
1.5
25
96.67
1611

5
Ca
1.5
6
96.67
387

6
Mg
1.5
2
96.67
129


            Setelah mengetahui skala acuan kandungan unsur jerami, untuk pemupukan tanaman padi menggunakan pupuk kimia hanya tinggal 70% dari total semuanya.
BAB IV
SIMPULAN

A.                Kesimpulan
Jerami sebagai pupuk awal pesawahan memberikan banyak manfaat terhadap tanah dan tanaman padi, yaitu 30% pupuk awal sebelum ditanami padi. Setelah dipupuk oleh pupuk kimia, intensitas penyerapannya menjadi lebih kesit dan hanya 70% nya dari pupuk kimia tersebut.
Kondisi tanah dengan komposisi  30:70 membuat keseimbangan untuk melakukan daur penanaman tanaman padi secara terus menerus.

B.                 Saran
Untuk menyempurnakan analisis di atas, diharapkan adanya penelitian secara kualitatif dan observasi lapangan secara faktual, terhadap data-data yang menjadi tolak ukur perhitungan secara kuantitatif.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dianjurkan agar para petani menggunakan kembali jerami pasca panen sebagai pupuk awal tanah pesawahan, agar kondisi tanah menjadi lebih subur dan hasil produksi padi meningkat.