BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara
agraris yang masyarakatnya hidup di bidang pertanian, salah satunya pertanian padi.
Sepanjang tahun, produksi padi menghasilkan limbah berupa jerami padi dalam
jumlah yang besar yaitu sekitar 20 juta per tahun. Menurut data BPS pada
tahun 2010, luas sawah padi
adalah 12,87
juta hektar dan luas lahan pertanian seluruhnya sekitar 19,81 juta hektar. Produksi per hektar
sawah bisa mencapai 12-15 ton padi setiap kali panen, tergantung lokasi dan jenis
tanaman padinya. Selain itu, padi yang dipanen menghasilkan jerami dengan unsur
hara dan komponen yang terkandung di dalamnya sangat luar biasa.
Petani Indonesia mempunyai kebiasaan membakar jerami,
setelah selesai panen seperti halnya petani di Kampung Cikawung. Alasannya
bahwa untuk membersihkan sisa-sisa panen dengan cepat dan murah yaitu dengan cara membakar jerami.
Setelah di bakar abu jerami ditaburkan ke sawah
sebagai pupuk awal. Kebiasaan ini memang tidak mudah dirubah, perlu adanya
usaha yang lebih berkesinambungan agar para petani tidak membakar jerami.
Umumnya para petani enggan memanfaatkan jerami
sisa-sisa panen menjadi pupuk organik yang lebih efektif, dan tidak menimbulkan
pencemaran udara, karena berbagai hal antara lain, jerami harus dihancurkan
dahulu dengan mesin pencacah, harus dicampur dengan pupuk kandang dan
lain-lain. Hal-hal ini yang menjadikan para petani tidak mau memanfaatkan
jerami menjadi pupuk organik.
Meskipun menimbulkan pencemaran udara, tetapi banyak
manfaat yang dirasakan petani, setelah abu jerami hasil pembakaran ditaburkan
ke sawah terhadap pertumbuhan padi dan kegemburan tanannya.
Dari
uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “DAMPAK PENGGUNAAN JERAMI PASCA PANEN
TERHADAP TINGKAT KESUBURAN TANAH DAN HASIL PRODUKSI PADI DITINJAU DARI ILMU
KIMIA”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut.
1.
Apakah manfaat penaburan
abu jerami terhadap pertumbuhan padi?
2.
Apakah dampak
dari kebiasaan petani terhadap kesuburan lahan pesawahan?
3.
Bagaimana
tinjuan disiplin ilmu kimia terhadap kebiasaaan petani memanfaatkan abu jerami?
C.
Pembatasan Masalah
Berhubung
tema pengembangan masalah terlalu luas, maka penelitian dilakukan di lingkungan
persawahan Kampung Cikawung, Desa Hanjuang, Kecamatan Bungbulang.
D.
Tujuan Penulisan Masalah
Adapun tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui manfaat
penaburan abu jerami terhadap pertumbuhan padi.
2.
Mengetahui dampak
dari kebiasaan petani terhadap kesuburan lahan pesawahan.
3.
Mengetahui tinjuan
disiplin ilmu kimia terhadap kebiasaaan petani memanfaatkan abu jerami.
E.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
wawancara kepada petani di lingkungan persawahan Kampung Cikawung, Desa Hanjang, Kecamatan
Bungbulang.
F.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan karya tulis
ini terdiri atas.
1.
BAB
I PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang Masalah
b.
Rumusan
Masalah
c.
Pembatasan
Masalah
d.
Tujuan
Penulisan Masalah
e.
Metode
Penelitian
f.
Sistematika
Penulisan
2.
BAB
II KAJIAN
PUSTAKA
3.
BAB
III PEMBAHASAN
MASALAH
a.
Analisis
Hasil Wawancara
4.
BAB
IV SIMPULAN
a.
Kesimpulan
b.
Saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
PADI ( Oryza Sativa )
1.
Sejarah
Singkat
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput
berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia
dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa
penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil
butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar
100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah,
Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam.
2.
Jenis
Tanaman
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai
berikut:
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp.
Terdapat 25 spesies Oryza,
yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi
bulu) yang ditanam di Indonesia
dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang
ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan
penggenangan. Varitas unggul nasional berasal dari Bogor: Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan
Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH
19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varitas unggul introduksi dari
International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB
yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36 dan PB
48 (dataran rendah). Contoh beberapa jenis tanaman padi yang ada di Indonesia
antara lain:
a.
Varietas Padi Hibrida
Gambar 2.1 Contoh Padi Hibrida
|
Adalah
varietas padi yang hasilnya akan maksimal bila sekali ditanam. Tetapi bila
benih keturunannya ditanam kembali maka hasilnya akan berkurang jauh. Memang
varietas ini dibuat atau direkayasa oleh pemiliknya untuk sekali tanam saja.
Tujuannya agar petani membeli kembali. Harga benih hibrida sangat mahal, bisa
mencapai 40 ribu-60 ribu per kilo.(mahal banget pokoknya). Varietas padi
hibrida ada juga yang dilepas pemerintah. Tapi ada juga yang didatangkan
(import) dari negara lain.
Contoh Padi
Hibrida:
Intani
1 dan 2, PP1, H1, Bernas Prima, Rokan, SL 8 dan 11 SHS,
Segera Anak, SEMBADA B3, B5, B8 DAN B9, Hipa4, Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete,
Hipa 7, Hipa 8, Hipa 9, Hipa 10, Hipa 11, Long Ping (pusaka 1 dan 2),
Adirasa-1, Adirasa-64, Hibrindo R-1, Hibrindo R-2, Manis-4 dan 5,
MIKI-1,2,3, SL 8 SHS, SL 11 HSS,
dll.
b.
Varietas Padi Unggul
Adalah
varietas yang bisa berkali-kali ditanam dengan perlakuan yang baik. Hasil dari
panen varietas ini bisa dijadikan benih kembali. Ada petani yang bisa menanam sampai 10 kali
lebih dengan hasil yang hampir sama. Varietas padi unggul biasanya telah di lepas
oleh pemerintah dengan SK Menteri Pertanian. Varietas ini telah melewati
berbagai uji coba. Harga benih verietas ini murah, harganya bisa mencapai 5
ribu- 10 ribu per kilo.
Gambar 2.4 Padi
Pandan Putih
|
Contoh
dari varietas ini yang banyak di tanam petani adalah
CIHERANG (bisa mencapai 47 % dari total varietas yang ditanam), IR-64,
Mekongga, Cimelati,
Cibogo, Cisadane, Situ Patenggang, Cigeulis, Ciliwung, Membramo, Sintanur, Jati
luhur, Fatmawati, Situbagendit, dll. Sejak tahun 2008, penamaan padi
berubah. Untuk padi sawah dinamakan Inpari (Inbrid Padi Irigasi). Misalnya:
Inpari 1-10, Inpari 11, Inpari 12 dan Inpari 13, dll. Sedangkan dari
pihak BATAN telah mengeluarkan padi varietas : Cilosari, Diahsuci, Bestari, Inpari Sidenuk,
Pandan Putri dll. Pada tahun 2010/2011 untuk varietas Inpari, INPARI 13 lah
yang banyak banyak ditanam petani. Pemerintah ingin agar INPARI 13 menggeser
varietas ciherang yang paling banyak ditanam petani. Untuk tahun 2011 juga, BB
Padi telah mengeluarkan varietas terbaru dengan keunggulan yang lebih baik
seperti : Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan, Inpari 16 Pasundan, Inpari
17, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, inpari 21, dll. Untuk tahun 2012 : telah
dilepas beberapa varietas padi, antara lain: inpari 22-29. Untuk Padi
Rawa ( Inpara ) juga banyak
dilepas pemerintah. Contohnya: Inpara 1-8, dll. Demikian pula untuk padi gogo
(inpago). Contohnya: Inpago 1-5, dll.
c.
Varietas Padi Lokal
Varietas
padi lokal adalah varietas padi yang sudah lama beradaptasi di daerah tertentu.
Sehingga varietas ini mempunyai karakteristik spesifik lokasi di daerah tsb.
Setiap varietas mempunyai keunggulan dan kelemahan. Demikian juga untuk
varietas lokal tsb.
Gambar 2.5
Beras-beras Pandanwangi
|
Contoh
varietas lokal: varietas kebo, dharma ayu, pemuda idaman, (Indramayu),
Gropak, Ketan tawon, Gundelan (Malang), Merong (pasuruan), Simenep , Srimulih,
Andel Jaran, Ketan Lusi, Ekor Kuda, hingga Gropak (Kulon Progo-Jogja), Angkong,
Bengawan, Engseng, Melati, Markoti, Longong, Rejung Kuning, Umbul-umbul,
Tunjung, Rijal, Sri Kuning, Untup, Tumpang Karyo, Rangka Madu, Sawah Kelai,
Tembaga, Tjina, dll. Sebanyak 13
varietas padi lokal Banyumas terancam punah akibat tidak diperdayakan secara
intensif, ketiga belas varietas padi lokal Banyumas tersebut yaitu, Padi Hitam,
Padi Gandamana, Padi Kidangsari, Padi Konyal, Padi Cere Unggul, Padi Cere
Kuning, Padi Sari Wangi, Padi Pandan Wangi, Padi Mentik Wangi, Padi Mentik,
Padi Mendali, Padi Sri Wulan, Padi Wangi Lokal.
Beras
dari jenis padi tersebut, sebelum ditemukan jenis padi IR telah menjadi
primadona masyarakat Banyumas. Terutama jenis Gandamana atau padi Grendeng.
Namun saat ini, varietas tersebut hanya dapat dijumpai pada daerah-daerah
tertentu di pelosok Banyumas. Itu pun populasinya sangat sedikit dan terbatas.
Jenis padi Hitam, Konyal, Cere Unggul, Cere Kuning benihnya masih ada di Grumbul Kalipagu Desa
Ketenger Kecamatan
Baturraden. Varietas
Gandamana, Kidangsari, Sari Wangi, Pandan Wangi,
Mentik, Mendali, Sri Wulan ditemukan di Desa Glempang
Kecamatan Pekuncen.
Dan, varietas Mentik Wangi dan Wangi
Lokal benihnya didapat dari Fakultas Pertanian
Unsoed. Agar ketiga belas varietas
tersebut tidak punah, sekarang varietas itu tengah dikembangkan di Balai Benih
Bojongsari. Dua varietas di
antaranya, yaitu Mentik Wangi dan Wangi Lokal
telah memasuki masa panen, karena usia masa tanamnya sama dengan padi jenis IR.
Dicontohkan, di areal 9 hektare milik balai benih, sejak 29 Desember 2002 telah
ditanam secara serentak varietas IR dan lokal. Ternyata, ketika varietas IR
memasuki panen akhir Maret ini, untuk varietas lokal baru memasuki masa berbuah
selisih 1 sampai 2 bulan.
3.
Pemupukan
Pemupukan berimbang,
yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi
kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin
dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Untuk setiap ton gabah yang
dihasilkan, tanaman padi membutuhkan hara N sekitar 17,5 kg, P sebanyak 3 kg
dan K sebanyak 17 kg. Dengan demikian jika kita ingin memperoleh hasil gabah
tinggi, sudah barang tentu diperlukan pupuk yang lebih banyak. Namun demikian
tingkat hasil yang ditetapkan juga memperhatikan daya dukung lingkungan
setempat dengan melihat produktivitas padi pada tahun-tahun sebelumnya. Agar
efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan
ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan N
tanaman dapat diketahui dengan cara
mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan Bagan Warna Daun (BWD).
Nilai pembacaan BWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah
sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman. Pemberian pupuk N
awal diberikan pada umur padi sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat
kesuburan tanah. Takaran pupuk dasar N untuk padi varietas unggul baru sebanyak
50-75 kg urea/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan takaran 100 kg urea/haBWD digunakan untuk mengoreksi
dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan
kondisi tanaman. Pemberian pupuk N awal diberikan pada umur padisebelum 14 HST
ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Takaran pupuk dasar N untuk
padi varietas unggul baru sebanyak 50-75 kg urea/ha, sedangkan untuk padi tipe
baru dengan takaran 100 kg urea/ha.
Pembacaan BWD hanya dilakukan
menjelang pemupukan kedua (tahap anakan aktif, 21-28 HST, hari setelah tanam)
dan pemupukan ketiga (tahap primordia, 35-40
HST). Khusus untuk
Gambar 2.6 Bagan Warna Daun
|
padi hibrida dan padi tipe baru,
pembacaan BWD juga dilakukan pada saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan
10% berbunga.
Pembacaan BWD adalah
sebagai berikut:
v
Apabila
warna daun berada pada skala 3 BWD, gunakan 75 kg urea/ha bila tingkat hasil 5
ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha
v
Apabila warna daun mendekati skala 4 BWD,
gunakan 50 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea
untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha.
v
Apabila
warna daun pada skala 4 BWD atau mendekati skala 5 BWD tanaman tidak perlu
dipupuk N bila tingkat hasil 5-6 ton/ha GKG. Tambahkan 50 kg/ha urea jika
tingkat hasil di atas 6 ton/ha.
Selanjutnya gunakan
Tabel 2.1 untuk menyesuaikan kebutuhan pupuk N berdasar rata-rata tingkat
hasil.
Tabel 2.1
|
Takaran urea susulan yang diperlukan bila warna daun
|
di bawah nilai kritis (<4 BWD) berdasarkan pengamatan tetap
|
|
|
|
|
|
Pembacaan BWD
|
Respon terhadap pupuk M
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat tinggi
|
Rata-rata hasil (ton/ha GKG)
|
5,0
|
6,0
|
7,0
|
8,0
|
Takaran urea yang digunakan (kg/ha)
|
BWD ≤ 3
|
75
|
100
|
125
|
150
|
BWD 3,5
|
50
|
75
|
100
|
125
|
BWD ≥ 4
|
0
|
0-50
|
50
|
50
|
Cara
pemberian pupuk N dilakukan dengan cara
disebar merata di permukaan tanah. Pupuk Urea merupakan pupuk yang mudah larut
dalam air, sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan
pengeluaran air ditutup. Berdasarkan hasil penelitian, efisiensi pupuk N dapat
ditingkatkan dengan memasukan hara N ke dalam lapisan reduksi. Namun teknologi
ini tidak mudah diterapkan petani. Pemupukan P dan K
disesuaikan dengan hasil analisis
status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Status hara tanah sawah
dapat ditentukan langsung di lapangan dengan alat PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah).
Gambar
2.7 PUTS (Perangkat
Uji Tanah
Sawah)
|
Prinsip kerja PUTS adalah mengukur hara
P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia, secara semi kuantitatif
dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Pengukuran status P dan K tanah
dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T).
Dari masing-masing kelas status P dan K tanah sawah telah dibuatkan acuan
pemupukan P (dalam bentuk SP-36) dan K (dalam bentuk KCl) yang dapat dilihat
pada Tabel 2.2dan Tabel 2.3.
Tabel 2.2
|
Acuan umum pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah
|
|
|
|
Kelas status hara P tanah
|
Kadar hara terekstrak HCL 25% (mg P205/100g)
|
Dosis Acuan Pemupukan P (kg SP-36/ha)
|
Rendah
|
<20
|
100
|
Sedang
|
20-40
|
75
|
Tinggi
|
>40
|
50
|
Tabel 2.3
|
Acuan umum pemupukan kalium pada tanaman padi sawah
|
|
|
|
|
Kelas status hara K tanah
|
Kadar hara terekstrak HCL 25% (mg K20/100g)
|
Dosis Acuan Pemupukan k (kg KCl/ha)
|
Rendah
|
<20
|
50
|
100
|
Sedang
|
10-20
|
0
|
50
|
Tinggi
|
>20
|
0
|
50
|
B.
JERAMI
Jerami adalah bagian vegetatif dari
tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Waktu tanaman di panen, jerami
adalah bagian yang tidak dipungut. Jerami padi merupakan limbah pertanian
terbesar di Indonesia.
Jerami mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Kandungan selulosa yang
cukup besar, yaitu sekitar 39% sehingga jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk pesawahan, berikut adalah komponen yang terkandung dalam jerami padi.
Tabel 2.4
Komponen Jerami Padi
|
|
|
Komponen
|
Kandungan (%)
|
Sellulosa
|
39,5
|
Hemisellulosa
|
27,5
|
Lignin
|
12,5
|
Abu
|
11
|
Selulosa adalah polimer yang tersusun
atas unit-unit glukosa melalui ikatan a-1,4-glikosida. Bentuk polimer ini
memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat
kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam
polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa
tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 200-27.000 unit
glukosa. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam
atau enzim.
Hemiselulosa mirip dengan selulosa,
namun tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun
hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C5) dan 6 (C-6), seperti :
xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa,
asam glukoroat, asam metal glukoroat, dan asam galaturonat.
Sedangkan lignin adalah molekul kompleks
yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga
dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat dalam biomassa, namun sangat
resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia.
Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibandingkan denga selulosa dan
hemiselulosa lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Secara alami lignin
berwarna coklat. Kalau jerami berubah warna menjadi agak putih, berarti ada
sebagian lignin yang hilang. Lignin membuat jerami jadi keras dan liat. Kalau
jerami menjadi lebih lunak dari jerami aslinya, berarti pelindung ligninnya
sudah mulai rusak.
Selain itu, potensi hasil panen jerami sebanyak
1,4 kali dari hasil panen padi (Kim & Dale - 2004), sehingga jika panen
padi 8 ton gabah akan diperoleh jerami sebanyak 11,2 ton jika setahun
panen padi dua kali potensi jerami ada 22,4 ton, jika selama 10 tahun, sebanyak
2.240 ton jerami. Kandungan unsur hara jerami (belum dikomposting) di
Indonesia rerata adalah berkisar N 0.4%; P 0.02%; K 1,4%; dan Si 5,6% dan unsur
hara lainnya. Hasil analisis laboratorium terhadap kompos jerami (jerami yang
sudah dikomposting) yang dibuat dengan menggunakan berbagai bioactivator
berbeda-beda nilai haranya. Hal ini tergantung dari jenis mikroba yang
digunakan, komposisi bahan, cara dan
perlakuan saat pembuatannya. Namun demikian umumnya perbedaan tersebut tidak
terlalu signifikan. Data berikut adalah salah satu dari hasil analisis kompos
jerami dengan penggunaan bioactivator "PROMI" dari Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan
Indonesia.
Rasio
C/N: 21; C-Organik: 35,11%; Nitrogen (N): 1,86%; Fosfor (P2O5): 0,21%; Kalium
(K2O): 5,35%; Kalsium (Ca): 4,2%; Magnesium (Mg): 0,5%; Tembaga (Cu): 20 ppm;
Mangan (Mn): 684 ppm; Zing (Zn): 144 ppm.
dari hasil analisis tersebut jika terdapat satu ton pupuk jerami/kompos jerami
padi maka akan memiliki kandungan hara setara dengan kurang lebih 41,3kg urea,
5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl.
1.
Sifat Fisika dan Kimia Jerami
Jerami
padi, yaitu bagian batang padi yang setelah dipanen butir-butir buah bersama
dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan bagian batang yang tertinggal
setelah disabit. Jerami padi mengandung serat berligno selulosik, artinya suatu
bahan yang mengandung serat dan lignin, terdiri atas campuran polimer
karbohidrat yaitu selulosa dan hemiselulosa.atau disebut juga holoselulosa.
Holoselulosa adalah bagian serat yang bebas lignin.
Tabel 2.5
Sifat Morfologi
dan Kandungan
Kimia Jerami
Padi
|
|
|
|
|
No
|
Komponen
|
Nilai
|
|
1
|
Panjang serat (mm)
|
0,96
|
|
2
|
Diameter serat (mm)
|
0,00929
|
|
3
|
Tebal dinding serat (mm)
|
0,00297
|
|
4
|
Lignin (mm)
|
25,99
|
|
5
|
Selulosaa (%)
|
39,5
|
|
6
|
Hemiselulosa (%)
|
27,5
|
|
7
|
Lignin (%)
|
12,5
|
|
8
|
Abu (%)
|
11
|
|
9
|
Ekstraktif (%)
|
2,2
|
|
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Analisis Hasil
Wawancara
Untuk lebih mendukung penulisan karya tulis ini,
maka Penulis melakukan wawancara terhadap narasumber yang telah lama bergelut
dalam bidang pertanian. Ini semua dilakukan untuk memperoleh data-data yang
diperlukan agar mencapai tujuan penelitian. Hasil wawancara sebagai berikut:
narasumber :
Bapak Solehadin
tempat :
Rumah Bapak Solehadin di Kp. Cikawung RT/RW 01/03
tanggal :
24 Desember 2013
Tabel 3.1
|
Analisis Hasil Wawancara
|
NO
|
PERTANYAAN
|
JAWABAN
|
1
|
Apakah bapak sering memenfaatkan jerami sebagai pupuk awal pasca
panen?
|
Untuk pemanfaatan jerami ini, dilakukan setiap kali sesudah
panen.
|
2
|
Bagaimana cara pemanfaatan jerami
tersebut?
|
Jerami hasil panen dikummpulkan, lalu dibuat bergunung-gunung
dan diletakan di sekitar pesawahan. Lama kelamaan jerami tersebut akan membusuk
dan terurai dengan tanah, tidak memakai campuran apapun.
|
3
|
Berapa lama waktu yang dibutuhkan pada proses tersebut?
|
Waktu yang dibutuhkan selama 4 bulan. Dimulai dari sejak panen
sampai pada penanaman padi selanjutnya.
|
4
|
Apakah dampaknya terhadap kesuburan tanah pesawahan?
|
Tanah pesawahan menjadi semakin gembur, mudah dibajak, liat, dan
saat ditanami padi, proses pertumbuhannya terlihat cepat dangan kadar pupuk 30 % dari pupuk total penanaman padi tersebut.
|
5
|
Apakah dampaknya terhadap produksi hasil padi?
|
Produksi padi semakin meningkat dari sebelumnya, jerami yang
tebal (banyak), akan menghasilkan produksi padi yang bagus pertumbuhannya.
Kisaran 2 m3 jerami untuk 1 Are (100 m).
|
6
|
Bagaimana perbedaan hasil produksi padi sebelum, dan sesudah
memanfaatkan jerami tersebut?
|
Ada perbedaan penghasilan
padi, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, pemupukan, cuaca dan
jenis padi yang digunakan.
|
7
|
Berapakah penghasilan pada setiap panen (satu kali produksi)?
|
Penghasilan padi rata-rata yaitu sebanyak 8 Kwintal per 20 Are.
Tergantung kepada banyaknya percabangan tiap tumbuhan padi.
|
8
|
Apakah pengaruh pupuk awal jerami terhadap proses pemupukan
selanjutnnya?
|
Pengaruhnya dilihat dari segi pemupukan selanjutnya, lewat pupuk
kimia hanya memerlukan 70 % dari pupuk total penanaman padi. Dampak lainnya,
intensitas penyerapan pupuk akan lebih kesit terhadap tanaman padi, dan
hasilnya akan maksimal.
|
9
|
Bagaimana peningkatan produksi padi untuk musim panen
berikutnya?
|
Semakin meningkat dari musim panen sebelumnya, dengan memanfaatkan
jerami dari hasil panen sebelumnya.
|
10
|
Apakah jerami semua jenis padi dapat dipakai sebagai pupuk awal?
|
Jeraminya dapat dipakai sebagai pupuk awal, lalu yang lebih
mendominasi jenis padi di daerah ini adalah Toronol ( Padi Buled), Bandung Raya,
Majalengka.
|
Setelah dilakukan wawancara terhadap narasumber, didapatkan
data bahwa jerami sangatlah bermanfaat sebagai pupuk awal pesawahan. Setelah selesai
memanen tanaman padi, jerami yang merupakan residu dari tanaman tersebut dibuat
tumpukan seperti gunung-gunug jerami di pesawahan. Jerami tersebut dibiarkan
membusuk sampai menyatu dengan tanah.
Dampak yang terjadi pada tanah tersebut akan berpotensi sebagai pupuk awal pada
musim menanam padi selanjutnya, sebanyak 30 % dari total kebutuhan pupuk
tanaman padi. Setelah dilakukan penanaman padi, pada saat dilakukan pemupukan menggunakan
pupuk kimia, intensitas penyerapan pupuk akan lebih kesit terhadap tanaman
padi, dan hasilnya akan maksimal.
Ditinjau
berdasarkan ilmu kimia, jerami sebanyak 5 ton Padi (gabah) akan menyerap dari dalam tanah
sebanyak 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Hampir semua unsur K dan sepertiga
unsur N, P dan S tinggal dalam jerami padi. Dengan demikian jerami padi
merupakan sumber hara makro yang baik. Di samping itu, 5 ton padi mengandung 2
ton karbon dan secara tidak langsung merupakan sumber N. Faktor lainnya yang
menguntungkan dari penggunaan jerami sebagai sumber pupuk organik adalah
tersedia langsung di lahan usaha tani, yang bervariasi dari 2-10 ton/ha/musim,
dan sekaligus mengurangi masalah limbah.
Sebagai informasi, 1,5 ton jerami padi mengandung
9 kg N, 2 kg P dan S, 25 kg Si, 6 kg Ca dan 2 kg Mg. Karena hasil jerami pada
umumnya bervariasi, konversi ini memberikan gambaran kandungan hara pada jerami
padi secara umum.
Secara
tidak langsung jerami juga mengandung senyawa N dan C yang berfungsi sebagai
substrat metabolisme mikrobia tanah, ternasuk gula, pati, selulose,
hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan protein. Senyawa tersebut menduduki 40%
(sebagai C) pada kering jerami. Pembenaman jerami ke dalam lapisan tanah sawah
akan mendorong kegiatan bakteri pengikat N yang heterotropik dan fototropik
(Matsuguchi,1979).
Potensi jerami kurang lebih 1,4 kali
dari hasil panen. Produksi padi nasional tahun 2011 sebesar 69,05 juta ton
(Berita Resmi Statistik, BPS 1 Maret 2013 ), dengan demikian produksi jerami
nasional diperkirakan mencapai 96,67 juta ton.
Dari pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa kandungan unsur hara jerami secara nasional adalah
sebagai
berikut:
Tabel 3.2
|
|
Standar Kandungan Unsur
Hara Jerami
Secara Nasional
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No
|
Unsur Hara
|
Skala Acuan (Ton)
|
Kandungan (Kg)
|
Skala Nasional/ Pendapatan (Ton)
|
Kandungan Total (Kg)
|
|
|
1
|
N
|
1.5
|
9
|
96.67
|
580
|
|
2
|
P
|
1.5
|
2
|
96.67
|
129
|
|
3
|
S
|
1.5
|
2
|
96.67
|
129
|
|
4
|
Si
|
1.5
|
25
|
96.67
|
1611
|
|
5
|
Ca
|
1.5
|
6
|
96.67
|
387
|
|
6
|
Mg
|
1.5
|
2
|
96.67
|
129
|
|
Setelah mengetahui skala acuan
kandungan unsur jerami, untuk pemupukan tanaman padi menggunakan pupuk kimia hanya
tinggal 70% dari total semuanya.
BAB IV
SIMPULAN
A.
Kesimpulan
Jerami sebagai pupuk awal pesawahan memberikan
banyak manfaat terhadap tanah dan tanaman padi, yaitu 30% pupuk awal sebelum ditanami
padi. Setelah dipupuk oleh pupuk kimia, intensitas penyerapannya menjadi lebih
kesit dan hanya 70% nya dari pupuk kimia tersebut.
Kondisi tanah dengan komposisi 30:70 membuat keseimbangan untuk melakukan
daur penanaman tanaman padi secara terus menerus.
B.
Saran
Untuk menyempurnakan analisis di atas, diharapkan
adanya penelitian secara kualitatif dan observasi lapangan secara faktual,
terhadap data-data yang menjadi tolak ukur perhitungan secara kuantitatif.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dianjurkan agar para
petani menggunakan kembali jerami pasca panen sebagai pupuk awal tanah
pesawahan, agar kondisi tanah menjadi lebih subur dan hasil produksi padi
meningkat.